Cari Blog Ini

Kamis, 03 Maret 2011

TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP ( NO.4 Tahun 1982)


NOMOR 4 TAHUN 1982
TENTANG
KETENTUAN-KETENTUAN POKOK PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: a. bahwa lingkungan hidup Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada Bangsa Indonesia, merupakan ruang bagi kehidupan Bangsa Indonesia dalam segala aspek dan matranya sesuai dengan Wawasan Nusantara;
b. bahwa dalam mendayagunakan sumber daya alam untuk memajukan kesejahteraan umum seperti termuat dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan untuk mencapai kebahagiaan hidup berdasarkan Pancasila, perlu diusahakan pelestarian kemampuan lingkungan hidup yang serasi dan seimbang untuk menunjang pembangunan yang berkesinambungan dilaksanakan dengan kebijaksanaan terpadu dan menyeluruh serta memperhitungkan kebutuhan generasi sekarang dan mendatang;
c. bahwa kebijaksanaan melindungi dan mengembangkan lingkungan hidup dalam hubungan kehidupan antar bangsa adalah sesuai dan selaras dengan perkembangan kesadaran lingkungan hidup umat manusia;
d. bahwa dalam rangka mengatur pengelolaan lingkungan hidup berdasarkan kebijaksanaan nasional yang terpadu dan menyeluruh, perlu ditetapkan undang-undang yang meletakkan ketentuan-ketentuan pokok untuk menjadi landasan bagi pengelolaan lingkungan hidup;

Mengingat:     1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor IV/MPR/1978 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara;

Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:   UNDANG-UNDANG TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya;
2. Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu dalam pemanfaatan, penataan, pemeliharaan, pengawasan, pengendalian, pemulihan, dan pengembangan lingkungan hidup;
3. Ekosistem adalah tatanan kesatuan secara utuh menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling mempengaruhi;
4. Daya dukung lingkungan adalah kemampuan lingkungan untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya;
5. Sumber daya adalah unsur lingkungan hidup yang terdiri atas sumber daya manusia, sumber daya alam hayati, sumber daya alam nonhayati, dan sumber daya buatan;
6. Baku mutu lingkungan adalah batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang adanya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup;
7. Pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan dan atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya;
8. Perusakan lingkungan adalah tindakan yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat-sifat fisik dan atau hayati lingkungan, yang mengakibatkan lingkungan itu kurang atau tidak berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan yang berkesinambungan;
9. Dampak lingkungan adalah perubahan lingkungan yang diakibatkan oleh suatu kegiatan;
10. Analisis mengenai dampak lingkungan adalah hasil studi mengenai dampak suatu kegiatan yang direncanakan terhadap lingkungan hidup, yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan;
11. Konservasi sumber daya alam adalah pengelolaan sumber daya alam yang menjamin pemanfaatannya secara bijaksana dan bagi sumber daya terbaharui menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragamannya;
12. Lembaga swadaya masyarakat adalah organisasi yang tumbuh secara swadaya, atas kehendak dan keinginan sendiri, di tengah masyarakat, dan berminat serta bergerak dalam bidang lingkungan hidup;
13. Pembangunan berwawasan lingkungan adalah upaya sadar dan berencana menggunakan dan mengelola sumber daya secara bijaksana dalam pembangunan yang berkesinambungan untuk meningkatkan mutu hidup;
14. Menteri adalah Menteri yang ditugaskan mengelola lingkungan hidup.
Pasal 2
Lingkungan hidup Indonesia berdasarkan Wawasan Nusantara mempunyai ruang lingkup yang meliputi ruang, tempat Negara Republik Indonesia melaksanakan kedaulatan, hak berdaulat, serta yurisdiksinya.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN

Pasal 3
Pengelolaan lingkungan hidup berasaskan pelestarian kemampuan lingkungan yang serasi dan seimbang untuk menunjang pembangunan yang berkesinambungan bagi peningkatan kesejahteraan manusia.
Pasal 4
Pengelolaan lingkungan hidup bertujuan:
a. tercapainya keselarasan hubungan antara manusia dengan lingkungan hidup sebagai tujuan membangun manusia Indonesia seutuhnya;
b. terkendalinya pemanfaatan sumber daya secara bijaksana;
c. terwujudnya manusia Indonesia sebagai pembina lingkungan hidup;
d. terlaksananya pembangunan berwawasan lingkungan untuk kepentingan generasi sekarang dan mendatang;
f. terlindunginya negara terhadap dampak kegiatan di luar wilayah negara yang menyebabkan kerusakan dan pencemaran lingkungan.

BAB III
HAK, KEWAJIBAN, DAN WEWENANG

Pasal 5
(1) Setiap orang mempunyai hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
(2) Setiap orang berkewajiban memelihara lingkungan hidup dan mencegah serta menanggulangi kerusakan dan pencemarannya.

Pasal 6
(1) Setiap orang mempunyai hak dan kewajiban untuk berperanserta dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup.
(2) Peranserta sebagaimana tersebut dalam ayat (1) pasal ini diatur dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 7
(1) Setiap orang yang menjalankan suatu bidang usaha wajib memelihara kelestarian kemampuan lingkungan hidup yang serasi dan seimbang untuk menunjang pembangunan yang berkesinambungan.
(2) Kewajiban sebagaimana tersebut dalam ayat (1) pasal ini dicantumkan dalam setiap izin yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang.
(3) Ketentuan tentang kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) pasal ini ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 8
(1) Pemerintah menggariskan kebijaksanaan dan melakukan tindakan yang mendorong ditingkatkannya upaya pelestarian kemampuan lingkungan hidup untuk menunjang pembangunan yang berkesinambungan.
(2) Kebijaksanaan dan tindakan pemerintah sebagaimana tersebut dalam ayat (1) pasal ini diatur dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 9
Pemerintah berkewajiban menumbuhkan dan mengembangkan kesadaran masyarakat akan tanggung jawabnya dalam pengelolaan lingkungan hidup melalui penyuluhan, bimbingan, pendidikan, dan penelitian tentang lingkungan hidup.
Pasal 10
(1) Sumber daya alam dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar besar kemakmuran rakyat.
(2) Sumber daya buatan yang menyangkut hajat hidup orang banyak diatur penggunaannya oleh negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
(3) Hak menguasai dan mengatur oleh negara sebagaimana tersebut dalam ayat (1) dan ayat (2) pasal ini memberikan wewenang untuk:
a. mengatur peruntukan, pengembangan, penggunaan, penggunaan kembali, daur ulang, penyediaan, pengelolaan, dan pengawasan sumber daya sebagaimana tersebut dalam ayat (1) dan ayat (2) pasal ini.
b. mengatur perbuatan hukum dan hubungan hukum antara orang dan atau subyek hukum lainnya terhadap sumber daya sebagaimana tersebut dalam ayat (1) dan ayat (2) pasal ini;
c. mengatur pajak dan retribusi lingkungan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai ayat (3) pasal ini ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan.

BAB IV
PERLINDUNGAN LINGKUNGAN HIDUP

Pasal 11
Ketentuan tentang perlindungan sumber daya alam nonhayati ditetapkan dengan undang-undang.
Pasal 12
Ketentuan tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya ditetapkan dengan undang-undang.
Pasal 13
Ketentuan tentang perlindungan sumber daya buatan ditetapkan dengan undang-undang.
Pasal 14
Ketentuan tentang perlindungan cagar budaya ditetapkan dengan undang-undang.
Pasal 15
Perlindungan lingkungan hidup dilakukan berdasarkan baku mutu lingkungan yang diatur dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 16
Setiap rencana yang diperkirakan mempunyai dampak penting terhadap lingkungan wajib dilengkapi dengan analisis mengenai dampak lingkungan yang pelaksanaannya diatur dengan peraturan pemerintah.kaderwet
Pasal 17
Ketentuan tentang pencegahan dan penanggulangan perusakan dan pencemaran lingkungan hidup beserta pengawasannya yang dilakukan secara menyeluruh dan atau sektoral ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan.
BAB V
KELEMBAGAAN

Pasal 18
(1) Pengelolaan lingkungan hidup pada tingkat nasional dilaksanakan secara terpadu oleh perangkat kelembagaan yang dipimpin seorang menteri dan yang diatur dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Pengelolaan lingkungan hidup, dalam kaitan dengan keterpaduan pelaksanaan kebijaksanaan nasional tentang pengelolaan lingkungan hidup, secara sektoral, dilakukan oleh departemen/lembaga non departemen sesuai dengan bidang tugas dan tanggung jawab masing-masing.
(3) Pengelolaan lingkungan hidup, dalam kaitan dengan keterpaduan pelaksanaan kebijaksanaan nasional tentang pengelolaan lingkungan hidup, di daerah dilakukan oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 19
Lembaga swadaya masyarakat berperan sebagai penunjang bagi pengelolaan lingkungan hidup.
BAB VI
GANTI KERUGIAN DAN BIAYA PEMULIHAN

Pasal 20
(1) Barangsiapa merusak dan atau mencemarkan lingkungan hidup memikul tanggung jawab dengan kewajiban membayar ganti kerugian kepada penderita yang telah dilanggar haknya atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
(2) Tata cara pengaduan oleh penderita, tata cara penelitian oleh tim tentang bentuk, jenis, dan besarnya kerugian serta tata cara penuntutan ganti kerugian diatur dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Barangsiapa merusak dan atau mencemarkan lingkungan hidup memikul tanggung jawab membayar biaya biaya pemulihan lingkungan hidup kepada Negara.
(4) Tata cara penetapan dan pembayaran biaya pemulihan lingkungan hidup diatur dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 21
Dalam beberapa kegiatan yang menyangkut jenis sumber daya tertentu tanggung jawab timbul secara mutlak pada perusak dan atau pencemar pada saat terjadinya perusakan dan atau pencemaran lingkungan hidup yang pengaturannya diatur dalam peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.kaderwet
BAB VII
KETENTUAN PIDANA

Pasal 22
(1) Barangsiapa dengan sengaja melakukan perbuatan yang menyebabkan rusaknya lingkungan hidup atau tercemarnya lingkungan hidup yang diatur dalam undang-undang ini atau undang-undang lain diancam pidana dengan pidana penjara selama lamanya 10 (sepuluh) tahun dan atau denda sebanyak-banyaknya Rp100.000.000,- (seratus juta rupiah).
(2) Barang siapa karena kelalaiannya melakukan perbuatan yang menyebabkan rusaknya lingkungan hidup atau tercemarnya lingkungan hidup yang diatur dalam undang-undang ini atau undang-undang lain diancam pidana dengan pidana kurungan selama lamanya 1 (satu) tahun dan atau denda sebanyak-banyaknya Rp1.000.000,- (satu juta rupiah).
(3) Perbuatan sebagaimana tersebut dalam ayat (1) pasal ini adalah kejahatan dan perbuatan sebagaimana tersebut dalam ayat (2) pasal ini adalah pelanggaran.

BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 23
Pada saat mulai berlakunya undang-undang ini semua peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan lingkungan hidup tetap berlaku, sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang ini.
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 24
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.











LEMBARAN NEGARA
REPUBLIK INDONESIA

No. 68, 1997

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 23 TAHUN 1997
TENTANG
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: a. bahwa lingkungan hidup Indonesia sebagai karunia dan rahmat Tuhan Yang Maha Esa kepada rakyat dan bangsa Indonesia merupakan ruang bagi kehidupan dalam segala aspek dan matranya sesuai dengan Wawasan Nusantara;
b. bahwa dalam rangka mendayagunakan sumber daya alam untuk memajukan kesejahteraan umum seperti diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan untuk mencapai kebahagiaan hidup berdasarkan Pancasila, perlu dilaksanakan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup berdasarkan kebijaksanaan nasional yang terpadu dan menyeluruh dengan memperhitungkan kebutuhan generasi masa kini dan generasi masa depan;
c. bahwa dipandang perlu melaksanakan pengelolaan lingkungan hidup untuk melestarikan dan mengembangkan kemampuan lingkungan hidup yang serasi, selaras, dan seimbang guna menunjang terlaksananya pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup;
d. bahwa penyelenggaraan pengelolaan lingkungan hidup dalam rangka pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup harus didasarkan pada norma hukum dengan memperhatikan tingkat kesadaran masyarakat dan perkembangan lingkungan global serta perangkat hukum internasional yang berkaitan dengan lingkungan hidup.
e. bahwa kesadaran dan kehidupan masyarakat dalam kaitannya dengan pengelolaan lingkungan hidup telah berkembang demikian rupa sehingga pokok materi sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3215) perlu disempurnakan untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup;
f. bahwa sehubungan dengan hal-hal tersebut pada huruf a, b, c, d, dan e di atas perlu ditetapkan Undang-undang tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup;

Mengingat:     Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945;

Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:  UNDANG-UNDANG TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP.
BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain;
2. Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup;
3. Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah upaya sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya, ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan;
4. Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas lingkungan hidup;
5. Pelestarian fungsi lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk memelihara kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;
6. Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lain;
7. Pelestarian daya dukung lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk melindungi kemampuan lingkungan hidup terhadap tekanan perubahan dan/atau dampak negatif yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan, agar tetap mampu mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lain;
8. Daya tampung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya;
9. Pelestarian daya tampung lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk melindungi kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain yang dibuang ke dalamnya;
10. Sumber daya adalah unsur lingkungan hidup yang terdiri atas sumber daya manusia, sumber daya alam, baik hayati maupun nonhayati, dan sumber daya buatan;
11. Baku mutu lingkungan hidup adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup;
12. Pencemaran lingkungan hidup adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya;
13. Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup adalah ukuran batas perubahan sifat fisik dan/atau hayati lingkungan hidup yang dapat ditenggang;
14. Perusakan lingkungan hidup adalah tindakan yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik dan/atau hayatinya yang mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan berkelanjutan;8
15. Konservasi sumber daya alam adalah pengelolaan sumber daya alam tak terbaharui untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana dan sumber daya alam yang terbaharui untuk menjamin kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memleihara dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya;11
16. Limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan;
17. Bahan berbahaya dan beracun adalah setiap bahan yang karena sifat atau konsentrasi, jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusakkan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain;
18. Limbah bahan berbahaya dan beracun adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun yang karena sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusakkan lingkungan hidup, dan/atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain;
19. Sengketa lingkungan hidup adalah perselisihan antara dua pihak atau lebih yang ditimbulkan oleh adanya atau diduga adanya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup;
20. Dampak lingkungan hidup adalah pengaruh perubahan pada lingkungan hidup yang diakibatkan oleh suatu usaha dan/atau kegiatan;
21. Analisis mengenai dampak lingkungan hidup adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan;9
22. Organisasi lingkungan hidup adalah kelompok orang yang terbentuk atas kehendak dan keinginan sendiri di tengah masyarakat yang tujuan dan kegiatannya di bidang lingkungan hidup;
23. Audit lingkungan hidup adalah suatu proses evaluasi yang dilakukan oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk menilai tingkat ketaatan terhadap persyaratan hukum yang berlaku dan/atau kebijaksanaan dan standar yang ditetapkan oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan;
24. Orang adalah orang perseorangan, dan/atau kelompok orang, dan/atau badan hukum;
25. Menteri adalah Menteri yang ditugasi untuk mengelola lingkungan hidup.
Pasal 2
Ruang lingkup lingkungan hidup Indonesia meliputi ruang, tempat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ber-Wawasan Nusantara dalam melaksanakan kedaulatan, hak berdaulat, dan yurisdiksinya.
BAB II
ASAS, TUJUAN, DAN SASARAN

Pasal 3
Pengelolaan lingkungan hidup yang diselenggarakan dengan asas tanggung jawab negara, asas berkelanjutan, dan asas manfaat bertujuan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Pasal 4
Sasaran pengelolaan lingkungan hidup adalah:
a. tercapainya keselarasan, keserasian, dan keseimbangan antara manusia dan lingkungan hidup;
b. terwujudnya manusia Indonesia sebagai insan lingkungan hidup yang memiliki sikap dan tindak melindungi dan membina lingkungan hidup;
c. terjaminnya kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan;
d. tercapainya kelestarian fungsi lingkungan hidup;
e. terkendalinya pemanfaatan sumber daya secara bijaksana;
f. terlindunginya Negara Kesatuan Republik Indonesia terhadap dampak usaha dan/atau kegiatan di luar wilayah negara yang menyebabkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.

BAB III
HAK, KEWAJIBAN, DAN PERAN MASYARAKATkwj

Pasal 5
(1) Setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
(2) Setiap orang mempunyai hak atas informasi lingkungan hidup yang berkaitan dengan peran dalam pengelolaan lingkungan hidup.
(3) Setiap orang mempunyai hak untuk berperan dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 6
(1) Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup.
(2) Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan berkewajiban memberikan informasi yang benar dan akurat mengenai pengelolaan lingkungan hidup.

Pasal 7
(1) Masyarakat mempunyai kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan dalam pengelolaan lingkungan hidup.
(2) Pelaksanaan ketentuan pada ayat (1) di atas, dilakukan dengan cara:
a. meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat, dan kemitraan;
b. menumbuhkembangkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat;
c. menumbuhkan ketanggapsegeraan masyarakat untuk melakukan pengawasan sosial;
d. memberikan saran pendapat;
e. menyampaikan informasi dan/atau menyapaikan laporan.mengram pasal 7.8.9.10.11

BAB IV
WEWENANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

Pasal 8
(1) Sumber daya alam dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat, serta pengaturannya ditentukan oleh Pemerintah.
(2) Untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah:
a. mengatur dan mengembangkan kebijaksanaan dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup;
b. mengatur penyediaan, peruntukan, penggunaan, pengelolaan lingkungan hidup, dan pemanfaatan kembali sumber daya alam, termasuk sumber daya genetika;
c. mengatur perbuatan hukum dan hubungan hukum antara orang dan/atau subyek hukum lainnya serta perbuatan hukum terhadap sumber daya alam dan sumber daya buatan, termasuk sumber daya genetika;
d. mengendalikan kegiatan yang mempunyai dampak sosial;
e. mengembangkan pendanaan bagi upaya pelestarian fungsi lingkungan hidup sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 9
(1) Pemerintah menetapkan kebijaksanaan nasional tentang pengelolaan lingkungan hidup dan penataan ruang dengan tetap memperhatikan nilai-nilai agama, adat istiadat, dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.
(2) Pengelolaan lingkungan hidup, dilaksanakan secara terpadu oleh instansi pemerintah sesuai dengan bidang tugas dan tanggung jawab masing-masing, masyarakat, serta pelaku pembangunan lain dengan memperhatikan keterpaduan perencanaan dan pelaksanaan kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup.
(3) Pengelolaan lingkungan hidup wajib dilakukan secara terpadu dengan penataan ruang, perlindungan sumber daya alam non hayati, perlindungan sumber daya buatan, konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, cagar budaya, keanekaragaman hayati dan perubahan iklim.
(4) Keterpaduan perencanaan dan pelaksanaan kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup, sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dikoordinasi oleh Menteri.

Pasal 10
Dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup Pemerintah berkewajiban:
a. mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan dan meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab para pengambil keputusan dalam pengelolaan lingkungan hidup;
b. mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan dan meningkatkan kesadaran akan hak dan tanggung jawab masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup;
c. mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan dan meningkatkan kemitraan antara masyarakat, dunia usaha dan Pemerintah dalam upaya pelestarian daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;
d. mengembangkan dan menerapkan kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup yang menjamin terpeliharanya daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;
e. mengembangkan dan menerapkan perangkat yang bersifat yang bersifat preemtif, preventif, dan proaktif dalam upaya pencegahan penurunan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;
f. memanfaatkan dan mengembangkan teknologi yang akrab lingkungan hidup;
g. menyelenggarakan penelitian dan pengembangan dibidang lingkungan hidup;
h. menyediakan informasi lingkungan hidup dan menyebarluaskannya kepada masyarakat;
i. memberikan penghargaan kepada orang atau lembaga yang berjasa di bidang lingkungan hidup.

Pasal 11
(1) Pengelolaan lingkungan hidup pada tingkat nasional dilaksanakan secara terpadu oleh perangkat kelembagaan yang dikoordinasi oleh Menteri.
(2) Ketentuan nengenai tugas, fungsi, wewenang dan susunan organisasi serta tata kerja kelembagaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.

Pasal 12
(1) Untuk mewujudkan keterpaduan dan keserasian pelaksanaan kebijaksanaan nasional tentang pengelolaan lingkungan hidup, Pemerintah berdasarkan peraturan perundang-undangan dapat:
a. melimpahkan wewenang tertentu pengelolaan lingkungan hidup kepada perangkat di wilayah;
b. mengikutsertakan peran Pemerintah Daerah untuk membantu Pemerintah Pusat dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup di daerah.
(2) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 13
(1) Dalam rangka pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup, Pemerintah dapat menyerahkan sebagian urusan kepada Pemerintah Daerah menjadi urusan rumah tangganya.
(2) Penyerahan urusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

BAB V
PELESTARIAN FUNGSI LINGKUNGAN HIDUP

Pasal 14
(1) Untuk menjamin pelestarian fungsi lingkungan hidup, setiap usaha dan/atau kegiatan dilarang melanggar baku mutu dan kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.
(2) Ketentuan mengenai baku mutu lingkungan hidup, pencegahan dan penanggulangan pencemaran serta pemulihan daya tampungnya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(3) Ketentuan mengenai kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, pencegahan dan penanggulan kerusakan serta pemulihan daya dukungnya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 15
(1) Setiap rencana usaha dan/atau kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup.
(2) Ketentuan tentang rencana usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), serta tata cara penyusunan dan penilaian analisis mengenai dampak lingkungan hidup ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 16
(1) Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib melakukan pengelolaan limbah hasil usaha dan/atau kegiatan.
(2) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menyerahkan pengelolaan limbah tersebut kepada pihak lain.
(3) Ketentuan pelaksanaan pasal ini diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 17
(1) Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib melakukan pengelolaan bahan berbahaya dan beracun.
(2) Pengelolaan bahan berbahaya dan beracun meliputi: menghasilkan, mengangkut, mengedarkan, menyimpan, menggunakan dan/atau membuang.
(3) Ketentuan mengenai pengelolaan bahan berbahaya dan beracun diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VI
PERSYARATAN PENAATAN LINGKUNGAN HIDUP

Bagian Pertama
Perizinan

Pasal 18
(1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup untuk memperoleh izin melakukan usaha dan/atau kegiatan.
(2) Izin melakukan usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan pejabat yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Dalam izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicantumkan persyaratan dan kewajiban untuk melakukan upaya pengendalian dampak lingkungan hidup.

Pasal 19
(1) Dalam menerbitkan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan wajib diperhatikan:
a. rencana tata ruang;
b. pendapat masyarakat;
c. pertimbangan dan rekomendasi pejabat yang berwenang yang berkaitan dengan usaha dan/atau kegiatan tersebut.
(2) Keputusan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan wajib diumumkan.
Pasal 20
(1) Tanpa suatu keputusan izin, setiap orang dilarang melakukan pembuangan limbah ke media lingkungan hidup.
(2) Setiap orang dilarang membuang limbah yang berasal dari luar wilayah Indonesia ke media lingkungan hidup Indonesia.
(3) Kewenangan menerbitkan atau menolak permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berada pada Menteri.
(4) Pembuangan limbah ke media lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan di lokasi pembuangan yang ditetapkan oleh Menteri.
(5) Ketentuan pelaksanaan pasal ini diatur lebih lanjut dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 21
Setiap orang dilarang melakukan impor limbah bahan berbahaya dan beracun.
Bagian Kedua
Pengawasan

Pasal 22
(1) Menteri melakukan pengawasan terhadap penaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan atas ketentuan yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup.
(2) Untuk melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri dapat menetapkan pejabat yang berwenang melakukan pengawasan.
(3) Dalam hal wewenang pengawasan diserahkan kepada Pemerintah Daerah, Kepala Daerah menetapkan pejabat yang berwenang melakukan pengawasan.

Pasal 23
Pengendalian dampak lingkungan hidup sebagai alat pengawasan dilakukan oleh suatu lembaga yang dibentuk khusus untuk itu oleh Pemerintah.
Pasal 24
(1) Untuk melaksanakan tugasnya, pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 berwenang melakukan pemantauan, meminta keterangan, membuat salinan dari dokumen dan/atau membuat catatan yang diperlukan, memasuki tempat tertentu, mengambil contoh, memeriksa peralatan, memeriksa instalasi dan/atau alat transportasi, serta meminta keterangan dari pihak yang bertanggung jawab atas usaha dan/atau kegiatan.
(2) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang dimintai keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib memenuhi permintaan petugas pengawas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Setiap pengawas wajib memperlihatkan surat tugas dan/atau tanda pengenal serta wajib memperhatikan situasi dan kondisi tempat pengawasan tersebut.

Bagian Ketiga
Sanksi Administrasi

Pasal 25
(1) Gubernur/Kepala Daerah Tingkat I berwenang melakukan paksaan pemerintahan terhadap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk mencegah dan mengakhiri terjadinya pelanggaran, serta menanggulangi akibat yang ditimbulkan oleh suatu pelanggaran, melakukan tindakan penyeleamatan, penanggulangan, dan/atau pemulihan atas beban biaya penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan, kecuali ditentukan lain berdasarkan Undang-undang.
(2) Wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diserahkan kepada Bupati/Walikotamadya/Kepala Daerah Tingkat II dengan Peraturan Daerah Tingkat I.
(3) Pihak ketiga yang berkepentingan berhak mengajukan permohonan kepada pejabat yang berwenang untuk melakukan paksaan pemerintahan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
(4) Paksaan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), didahului dengan surat perintah dari pejabat yang berwenang.
(5) Tindakan penyelamatan, penanggulangan dan/atau pemulihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diganti dengna pembayaran sejumlah uang tertentu.

Pasal 26
(1) Tata cara penetapan beban biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) dan ayat (5) serta penagihannya ditetapkan dengan peraturan perundang-undang.
(2) Dalam hal peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum dibentuk, pelaksanaannya menggunakan upaya hukum menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 27
(1) Pelanggaran tertentu dapat dijatuhi sanksi berupa pencabutan izin usaha dan/atau kegiatan.
(2) Kepala Daerah dapat mengajukan usul untuk mencabut izin usaha dan/atau kegiatan kepada pejabat yang berwenang.
(3) Pihak yang berkepentingan dapat mengajukan permohonan kepada pejabat yang berwenang untuk mencabut izin usaha dan/atau kegiatan karena merugikan kepentingannya.

Bagian Keempat
Audit Lingkungan Hidup

Pasal 28
Dalam rangka peningkatan kinerja usaha dan/atau kegiatan, Pemerintah mendorong penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk melakukan audit lingkungan hidup.
Pasal 29
(1) Menteri berwenang memerintahkan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk melakukan audit lingkungan hidup apabila yang bersangkutan menunjukkan ketidakpatuhan terhadap ketentuan yang diatur dalam Undang-undang ini.
(2) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang diperintahkan untuk melakukan audit lingkungan hidup wajib melaksanakan perintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Apabila penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan tidak melaksanakan perintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri dapat melaksanakan atau menugaskan pihak ketiga untuk melaksanakan audit lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1), atas beban biaya penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan.
(4) Jumlah beban biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh Menteri.
(5) Menteri mengumumkan hasil audit lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

BAB VII
PENYELESAIAN SENGKETA LINGKUNGAN HIDUP

Bagian Pertama
Umum

Pasal 30
(1) Penyelesaian sengketa lingkungan hidup dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan secara sukarela para pihak yang bersengketa.
(2) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku terhadap tindak pidana lingkungan hidup sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini.
(3) Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa.

Bagian Kedua
Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup
di Luar Pengadilan

Pasal 31
Penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan/atau mengenai tindakan tertentu guna menjamin tidak akan terjadinya atau terulangnya dampak negatif terhadap lingkungan hidup.
Pasal 32
Dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dapat digunakan jasa pihak ketiga, baik yang tidak memiliki kewenangan mengambil keputusan maupun yang memiliki kewenangan mengambil keputusan, untuk membantu menyelesaikan sengketa lingkungan hidup.
Pasal 33
(1) Pemerintah dan/atau masyarakat dapat membentuk lembaga penyedia jasa pelayanan penyelesaian sengketa lingkungan hidup yang bersifat bebas dan tidak berpihak.
(2) Ketentuan mengenai penyedia jasa pelayanan penyelesaian sengketa lingkungan hidup diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Ketiga
Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup
Melalui Pengadilan

Paragraf 1
Ganti Rugi

Pasal 34
(1) Setiap perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup, mewajibkan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk membayar ganti rugi dan/atau melakukan tindakan tertentu.
(2) Selain pembebanan untuk melakukan tindakan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hakim dapat menetapkan pembayaran uang paksa atas setiap hari keterlambatan penyelesaian tindakan tertentu tersebut.

Paragraf 2
Tanggung Jawab Mutlak

Pasal 35
(1) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang usaha dan kegiatannya menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, yang menggunakan bahan berbahaya dan beracun, dan/atau menghasilkan limbah bahan berbahaya dan beracun, bertanggung jawab secara mutlak atas kerugian yang ditimbulkan, dengan kewajiban membayar ganti rugi secara langsung dan seketika pada saat terjadinya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.
(2) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dapat dibebaskan dari kewajiban membayar ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika yang bersangkutan dapat membuktikan bahwa pencemaran dan/atau perusakan lingkungna hidup disebabkan salah satu alasan di bawah ini:
a. adanya bencana alam atau peperangan; atau
b. adanya keadaan terpaksa di luar kemampuan manusia; atau
c. adanya tindakan pihak ketiga yang menyebabkan terjadinya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.
(3) Dalam hal terjadi kerugian yang disebabkan oleh pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, pihak ketiga bertanggung jawab membayar ganti rugi.

Paragraf 3
Daluwarsa untuk Pengajuan Gugatan

Pasal 36
(1) Tenggang daluwarsa hak untuk mengajukan gugatan ke pengadilan mengikuti tenggang waktu sebagaimana diatur dalam ketentuan Hukum Acara Perdata yang berlaku, dan dihitung sejak saat korban mengetahui adanya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.
(2) Ketentuan mengenai tenggang daluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku terhadap pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh usaha dan/atau kegiatan yang menggunakan bahan berbahaya dan beracun dan/atau menghasilkan limbah bahan berbahaya dan beracun.

Paragraf 4
Hak Masyarakat dan Organisasi Lingkungan Hidup
Untuk Mengajukan Gugatan

Pasal 37
(1) Masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan ke pengadilan dan/atau melaporkan ke penegak hukum mengenai berbagai masalah lingkungan hidup yang merugikan perikehidupan masyarakat.
(2) Jika diketahui bahwa masyarakat menderita karena akibat pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup sedemikian rupa sehingga mempengaruhi perikehidupan pokok masyarakat, maka insatansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang lingkungan hidup dapat bertindak untuk kepentingan masyarakat.
(3) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 38
(1) Dalam rangka pelaksanaan tanggung jawab pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan pola kemitraan, organisasi lingkungan hidup berhak mengajukan gugatan untuk kepentingan pelestarian fungsi lingkungan hidup.
(2) Hak mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbatas pada tuntutan untuk hak melakukan tindakan tertentu tanpa adanya tuntutan ganti rugi, kecuali biaya atau pengeluaran riil.
(3) Organisasi lingkungan hidup berhak mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila memenuhi persyaratan:
a. berbentuk badan hukum atau yayasan;
b. dalam anggaran dasar organisasi lingkungan hidup yang bersangkutan menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi tersebut adalah untuk kepentingan pelestarian fungsi lingkungan hidup;
c. telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya.

Pasal 39
Tata cara pengajuan gugatan dalam masalah lingkungan hidup oleh orang, masyarakat, dan/atau organisasi lingkungan hidup mengacu pada Hukum Acara Perdata yang berlaku.
BAB VIII
PENYIDIKAN

Pasal 40
(1) Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, juga Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang pengelolaan lingkungan hidup, diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana yang berlaku.
(2) Penyidik Pejabat Pegawai negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:
a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang lingkungan hidup;
b. melakukan pemeriksaan terhadap orang atau badan hukum yang diduga melakukan tindak pidana di bidang lingkungan hidup;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan hukum sehubungan dengan peristiwa tindak pidana di bidang lingkungan hidup;
d. melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang lingkungan hidup;
e. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat bahan bukti, pembukuan, catatan, dan dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan dan barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang lingkungan hidup;
f. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang lingkungan hidup.
(3) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan hasil penyidikannya kepada Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.
(4) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan hasil penyidikan kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.
(5) Penyidikan tindak pidana lingkungan hidup di perairan Indonesia dan Zona Ekonomi Eksklusif dilakukan oleh penyidik menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB IX
KETENTUAN PIDANA

Pasal 41
(1) Barangsiapa yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup, diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepluh) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang mati atau luka berat, pelaku tindak pidana diancam dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).

Pasal 42
(1) Barangsiapa yang karena kealpaannya melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup, diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang mati atau luka berat, pelaku tindak pidana diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).

Pasal 43
(1) Barangsiapa yang dengan melanggar ketentuan perundang-undangan yang berlaku, sengaja melepaskan atau membuang zat, energi, dan/atau komponen lain yang berbahaya atau beracun masuk di atas atau ke dalam tanah, ke dalam udara atau ke dalam air permukaan, melakukan impor, ekspor, memperdagangkan, mengangkut, menyimpan bahan tersebut, menjalankan instalasi yang berbahaya, padahal mengetahui atau sangat beralasan untuk menduga bahwa perbuatan tersebut dapat menimbulkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup atau membahayakan kesehatan umum atau nyawa orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
(2) Diancam dengan pidana yang sama dengan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), barang siapa yang dengan sengaja memberikan informasi palsu atau menghilangkan atau menyembunyikan atau merusak informasi yang diperlukan dalam kaitannya dengan perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), padahal mengetahui atau sangat beralasan untuk menduga bahwa perbuatan tersebut dapat menimbulkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup atau membahayakan kesehatan umum atau nyawa orang lain.
(3) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) mengakibatkan orang mati atau luka berat, pelaku tindak pidana diancam dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun dan denda paling banyak Rp450.000.000,00 (empat ratus lima puluh juta rupiah).

Pasal 44
(1) Barangsiapa yang dengan melanggar ketentuan perundang-undangan yang berlaku, karena kealpaannya melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43, diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang mati atau luka berat, pelaku tindak pidana diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).

Pasal 45
Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab ini dilakukan oleh atau atas nama suatu badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain, ancaman pidana denda diperberat dengan sepertiga.
Pasal 46
(1) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab ini dilakukan oleh atau atas nama badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain, tuntutan pidana dilakukan dan sanksi pidana serta tindakan tata tertib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 dijatuhkan baik terhadap badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain tersebut maupun terhadap mereka yang memberi perintah untuk melakukan tindak pidana tersebut atau yang bertindak sebagai pemimpin dalam perbuatan itu atau terhadap kedua-duanya.
(2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab ini, dilakukan oleh atau atas nama badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain, dan dilakukan oleh orang-orang, baik berdasar hubungan kerja maupun berdasar hubungan lain, yang bertindak dalam lingkungan badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain, tuntutan pidana dilakukan dan sanksi pidana dijatuhkan terhadap mereka yang memberi perintah atau yang bertindak sebagai pemimpin tanpa mengingat apakah orang-orang tersebut, baik berdasar hubungan kerja maupun berdasar hubungan lain, melakukan tindak pidana secara sendiri atau bersama-sama.
(3) Jika tuntutan dilakukan terhadap badan hukum, perseroan, perserikatan atau organisasi lain, panggilan untuk menghadap dan penyerahan surat-surat panggilan itu ditujukan kepada pengurus di tempat tinggal mereka, atau di tempat pengurus melakukan pekerjaan yang tetap.
(4) Jika tuntutan dilakukan terhadap badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain, yang pada saat penuntutan diwakili oleh bukan pengurus, hakim dapat memerintahkan supaya pengurus menghadap sendiri di pengadilan.

Pasal 47
Selain ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan Undang-undang ini, terhadap pelaku tindak pidana lingkungan hidup dapat pula dikenakan tindakan tata tertib berupa:
a. perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; dan/atau
b. penutupan seluruhnya atau sebagaian perusahaan; dan/atau
c. perbaikan akibat tindak pidana; dan/atau
d. mewajibkan mengerjakan apa yang dilalaikan tanpa hak; dan/atau
e. meniadakan apa yang dilalaikan tanpa hak; dan/atau
f. menempatkan perusahaan di bawah pengampuan paling lama 3 (tiga) tahun.
Pasal 48
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab ini adalah kejahatan.
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 49
(1) Selambat-lambatnya 5 (lima) tahun sejak diundangkannya Undang-undang ini setiap usaha dan/atau kegiatan yang telah memiliki izin, wajib menyesuaikan menurut persyaratan berdasarkan Undang-undang ini.
(2) Sejak diundangkannya Undang-undang ini dilarang menerbitkan izin usaha dan/atau kegiatan yang menggunakan limbah bahan berbahaya dan beracun yang diimpor.

BAB XI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 50
Pada saat berlakunya Undang-undang ini semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup yang telah ada tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan dan belum diganti berdasarkan Undang-undang ini.
Pasal 51
Dengan berlakunya Undang-undang ini, maka Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3215) dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 52
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.







ika kita jujur, sudah tiga kali memberlakukan Perda tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (Perda RTRWP) Bali. Pertama, Perda No. 6/1989, berlaku delapan tahun. Kedua, Perda No. 4/1996, jo Perda No. 4/1999 berlaku 8,5 tahun. Ketiga, Perda No. 3/2005, mulai berlaku Desember 2005 sampai sekarang. Berdasarkan hasil pantauan tata ruang Bali, telah terjadi penyimpangan/pelanggaran di seluruh kabupaten/kota. Artinya Perda RTRWP gagal memainkan peranannya untuk mewujudkan keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum dalam masyarakat.

Digantinya UU No. 4/1982 dengan UU No. 23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah untuk tujuan pembangunan ekosistem berkelanjutan. UU No. 23/1997 menentukan bahwa, 'Pemerintah menetapkan kebijaksanaan nasional tentang pengelolaan lingkungan hidup dan penataan ruang dengan tetap memperhatikan nilai-nilai agama, adat-istiadat, dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat' (Psl. 9).

Selanjutnya pada Psl. 19 diatur bahwa dalam menerbitkan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan wajib diperhatikan (1) rencana tata ruang, (2) pendapat masyarakat, dan (3) pertimbangan dan rekomendasi pejabat yang berwenang yang berkaitan dengan usaha dan/atau kegiatan tersebut. Sehubungan dengan hal tersebut, maka UU No. 24/1992 diganti dengan UU No. 26/2007 tentang Penataan Ruang. Begitu pula PP No. 47/1997 diganti dengan PP No. 26/2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN). Berkaitan dengan digantinya UU dan PP tersebutlah, maka seluruh perda terkait tata ruang wajib direvisi.

Substansi Krusial

Apanya yang perlu direvisi dari Perda No.3/2005 tentang RTRWP Bali ini? Berdasarkan kajian normatif bahwa dalam Perda No. 3/2005 terdapat norma kosong, pada Psl. 10 ayat (3) PP No. 47/1997 kawasan perlindungan setempat mengatur tentang kawasan terbuka hijau kota termasuk di dalamnya hutan kota. Sedangkan dalam Perda No. 3/2005 tidak mengatur tentang kawasan terbuka hijau kota, termasuk di dalamnya hutan kota. Konflik norma seperti Psl. 20 ayat (1) diatur bahwa kawasan taman nasional (TN), kawasan taman hutan raya (tahura), kawasan taman wisata alam (TWA) merupakan bagian dari 'kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya' yang harus dilindungi dan tidak boleh adanya budi daya.

Norma ini konflik dengan PP No.18/1994 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Zona Pemenfaatan TN, Tahura dan TWA. Pasal 3 PP No.18/1994 menentukan bahwa penyelenggaraan pengusahaan pariwisata alam dilakukan pada zona pemanfatan TN, tahura dan TWA. Jenis sarana pariwisata alam terdiri atas akomodasi seperti pondok wisata, caravan, penginapan remaja, restoran, sarana wisata tirta, angkutan wisata, cenderamata, sarana wisata budaya.

Norma kabur dijumpai berkaitan dengan konsep kawasan suci Psl. 19 Perda No. 3/2005 yang mengatur bahwa kawasan suci mencakup: (1) kawasan pegunungan, (2) Kawasan danau, (3) kawasan campuhan, (4) kawasan pantai, (5) kawasan laut, dan (6) kawasan sekitar mata air. Pasal 19 telah mengatur pola pengelolaan kawasan suci sebagai berikut: pengelolaan kawasan pegunungan, disetarakan dengan pengelolaan kawasan hutan lindung. Pengelolaan kawasan sekitar danau dan campuhan disetarakan dengan kawasan resapan air.
Pengelolaan kawasan pantai dan pengelolaan kawasan sekitar mata air disetarakan dengan pengelolaan sempadan pantai dan sekitar mata air.

Pola pengelolaan unit kawasan laut yang merupakan bagian dari kawasan suci sama sekali tidak diatur.
Begitu juga pengelolaan unit kawasan pegunungan disetarakan dengan pengelolaan hutan lindung. Hal ini tidak jelas (kabur), hutan lindung batas di lapangan jelas, lalu di mana batas-batas kawasan suci pegunungan dan juga lautan?

Penegakan hukum Perda No.3/2005 belum efektif, akibat tidak jelasnya perda mengatur penegakan hukum (pengendalian) tata ruang baik secara preventif (pengawasan) maupun represif (penertiban). Perda tidak mengatur secara terperinci pola pengelolaan kawasan lindung baik mengenai langkah-langkah pengelolaan kawasan lindung maupun pengendalilan pemanfaatan kawasan lindung sesuai yang diatur Pasal 41 dan 42 PP No. 47/1997 tentang RTRW Nasional. Dalam RTRW Nasional diatur lebih rinci bahwa di dalam kawasan lindung tertentu diizinkan adanya kegiatan budi daya secara terbatas, akan tetapi di RTRW Provinsi tidak diatur.

Perda yang Sinkron

Pembangunan perda membutuhkan substansi perda yang sinkron dengan sumber hukum yang melandasinya, baik sumber hukum formal maupun material dari aspek filosofis dan sosiologis/budaya masyarakat Bali serta aspek yuridis. Aspek yuridis yang harus dijadikan landasan hukum antara lain UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah beserta PP No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan, dan UU No. 26/2007 tentang Penataan Ruang, beserta PP No. 26/2008 tentang RTRW Nasional serta peraturan perundang-undangan yang mengatur lebih lanjut Pasal 33 ayat (3) UUD NRI 1945. Sedangkan secara substansial, perda yang dibangun harus sesuai dengan kearifan lokal yang tumbuh dan berkembang pada masyarakat Bali, seperti filosofis Tri Hita Karana.

Untuk harmonisasi norma hukum, baik secara vertikal maupun horizontal, maka dalam perancangan Perda RTRWP agar disusun terlebih dulu naskah akademik partisipatif dan memperhatikan sumber hukum yang melandasinya agar tercipta sinkronisasi norma. Di samping itu, agar memperhatikan kondisi kerusakan atau pelanggaran kawasan lindung yang ada saat ini, baik karena bencana alam maupun karena pelanggaran manusia sebagai kajian yuridis-empiris.

Apakah pelanggaran/penyimpangan tersebut diupayakan untuk direhabilitasi (dibongkar) atau diputihkan? Kalau ingin hukum tegak, sekalian ditegakkan tanpa pandang bulu.

Harmonisasi norma kabur seperti kawasan suci laut dan pegunungan, harus adanya kongkritisasi difinisi atau batasan yang jelas, sehingga dalam penafsiran hukumnya jelas. Terkait dengan itu agar dimintakan bhisama kepada Parisada. Hal ini analog dengan ketentuan radius kesucian kawasan tempat suci yang sudah kongkret dan terukur. Atau bhisama ini ditarik dari hukum positif, seperti halnya fatwa dalam agama Islam, biarkanlah hukumnya dosa atau kutukan. Hanya bagi pelanggar tata ruang, demi uang tidak akan mengenal halal dan haram.

Untuk meningkatkan penegakan hukum Perda RTRWP Bali sosialisasi Perda RTRWP perlu ditingkatkan, dengan materi yang lengkap, mudah dipahami, dan dilakukan berkesinambungan. Tim Pengendalian RTRWP lebih diberdayakan, ditunjuk SDM yang berkompeten dan profesional ditunjang dana dan sarana dan prasarana yang memadai. Pemetaan kawasan lindung, juga dilengkapi dengan penatabatasan fisik di lapangan melalui pemasangan pal batas, seperti yang telah dilakukan pada batas-batas kawasan hutan dan batas perlindungan jurang, yaitu berupa pal batas beton bertulang.

Disharmoni substansi Perda RTRW Provinsi mengakibatkan penegakan hukum kawasan lindung tidak efektif. Dalam pembangunan sistem hukum Perda RTRWP ke depan, substansi Perda RTRW Provinsi tidak boleh bertentangan secara vertikal dengan materi muatan PP RTRWN. Begitu pula RTRW Kabupaten/Kota tidak boleh bertentangan dengan RTRWP. Dalam penegakan hukum Perda RTRWP yang akan datang di samping pemberian batas kawasan lindung di lapangan, juga wajib ada implementasi sanksi pidana, baik kepada pejabat dan/atau masyarakat yang melanggar dan sebalikknya menerapkan pemberian insentif dan disinsentif.


































ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 23 TAHUN 1997
TENTANG
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

UMUM
1. Lingkungan hidup Indonesia yang dianugerahkan Tuhan Yang Maha Esa kepada rakyat dan bangsa Indonesia merupakan karunia dan rahmat-Nya yang wajib dilestarikan dan dikembangkan kemampuannya agar dapat tetap menjadi sumber dan penunjang hidup bagi rakyat dan bangsa Indonesia serta makhluk hidup lainnya demi kelangsungan dan peningkatan kualitas hidup itu sendiri.
Pancasila, sebagai dasar dan falsafah negara, merupakan kesatuan yang bulat dan utuh yang memberikan keyakinan kepada rakyat dan bangsa Indonesia bahwa kebahagiaan hidup akan tercapai jika didasarkan atas keselarasan, keserasian, dan keseimbangan, baik dalam hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa maupun manusia, dengan manusia, manusia dengan alam, dan manusia sebagai pribadi, dalam rangka mencapi kemajuan lahir dan kebahagiaan batin. Antara manusia, masyarakat, dan lingkungan hidup terdapat hubungan timbal balik, yang selalu harus dibina dan dikembangkan agar dapat tetap dalam keselarasan, keserasian, dan keseimbangan yang dinamis.
Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusional mewajibkan agar sumber daya alam dipergunakan u;ntuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Kemakmuran rakyat tersebut haruslah dapat dimikmati generasi masa kini dan generasi masa depan secara berkelanjutan.
Pembangunan sebagai upaya sadar dalam mengolah dan memanfaatkan sumber daya alam untuk meningkatkan kemakmuran rakyat, baik untuk mencapai kemakmuran lahir maupun untuk mencapai kepuasan batin.
Oleh karena itu, penggunaan sumber daya alam harus selaras, serasi, dan seimbang dengan fungsi lingkungan hidup.
2. Lingkungan hidup dalam pengertian ekologi tidak mengenal batas wilayah, baik wilayah negara maupun wilayah administratif. Akan tetapi, lingkungan hidup yang berkaitan dengan pengelolaan harus jelas batas wilayah wewenang pengelolaannya. Lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan hidup Indonesia.
Secara hukum, lingkungan hidup Indonesia meliputi ruang tempat negara Republik Indonesia melaksanakan kedaulatan dan hak berdaulat serta yurisdiksinya. Dalam hal ini lingkungan hidup Indonesia tidak lain adalah wilayah, yang menempati posisi silang antara dua benua dan dua samudera dengan iklim tropis dan cuaca serta musim yang memberikan kondisi alam dan kedudukan dengna peranan strategis yang tinggi nilainya sebagai tempat rakyat dan bangsa Indonesia menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dalam segala aspeknya. Dengan demikian, wawasan dalam menyelenggarakan pengelolaan lingkungan hidup Indonesia adalah Wawasan Nusantara.
3. Lingkungan hidup Indonesia sebagai suatu ekosistem terdiri atas berbagai subsistem, yang mempunyai aspek sosial, budaya, ekonomi, dan geografi dengan corak ragam yang berbeda yang mengakibatkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup yang berlainan. Keadaan yang demikian memerlukan pembinaan dan pengembangan lingkungan hidup yang didasarkan pada keadaan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup akan meningkatkan keselarasan, keserasian, dan keseimbangan subsistem, yang berarti juga meningkatkan ketahanan subsistem itu sendiri. Dalam pada itu, pembinaan dan pengembangan subsistem yang satu akan mempengaruhi subsistem yang lain, yang pada akhirnya akan mempengaruhi ketahanan ekosistem secara keseluruhan. Oleh karena itu, pengelolaan lingkungan hidup menuntut dikembangkannya suatu sistem dengan keterpaduan sebagai ciri utamanya. Untuk itu, diperlukan suatu kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup yang harus dilaksanakan secara taat asas dan konsekuen dari pusat sampai ke daerah.
4. Pembangunan memanfaatkan secara terus menerus sumber daya alam guna meningkatkan kesejahteraan dan mutu hidup rakyat.
Sementara itu ketersediaan sumber daya alam terbatas dan tidak merata, baik dalam jumlah maupun dalam kualitas, sedangkan permintaan akan sumber daya alam tersebut makin meningkat sebagai akibat meningkatnya kegiatan pembangunan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin meningkat dan beragam. Di pihak lain, daya dukung lingkungan hidup dapat terganggu dan daya tampung lingkungan hidup dapat menurun.
Kegiatan pembangunan yang makin meningkat mengandung risiko pencemaran dan perusakan lingkungan hidup sehingga struktur dan fungsi dasar ekosistem yang menjadi penunjang kehidupan dapat rusak.
Pencemaran dan perusakan lingkungan hidup itu akan meruapakan beban sosial, yang pada akhirnya masyarakat dan pemerintah harus menanggung biaya pemulihannya.
Terpeliharanya keberlanjutan fungsi lingkungan hidup merupakan kepentingan rakyat sehingga menuntut tanggung jawab, keterbukaan, dan peran anggota masyarakat, yang dapat disalurkan melalui orang perseorangan, organisasi lingkungan hidup, seperti lembaga swadaya masyarakat, kelompok masyarakat adat, dan lain-lain, untuk memelihara dan meningkatkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup yang menjadi tumpuan keberlanjutan pembangunan. Pembangunan yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya alam, menjadi sarana untuk mencapai keberlanjutan pembangunan dan menjadi jaminan bagi kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan. Oleh karena itu, lingkungan hidup Indonesia harus dikelola dengan prinsip melestarikan fungsi lingkungan hidup Indonesia harus dikelola dengan prinsip melestarikan fungsi lingkungan hidup yang serasi, selaras, dan seimbang untuk menunjang pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup bagi peningkatan kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.
5. Arah pembangunan jangka panjang Indonesia adalah pembangunan ekonomi dengan bertumpukan pada pembangunan industri, yang di antaranya memakai berbagai jenis bahan kimia dan zat radioaktif.
Di samping menghasilkan produk yang bermanfaat bagi masyarakat, industrialisasi juga menimbulkan ekses, antara lain dihasilkannya limbah bahan berbahaya dan beracun, yang apabila dibuang ke dalam media lingkungan hidup dapat mengancam lingkungan hidup, kesehatan, dan kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain.
Secara global, ilmu pengetahuan dan teknologi telah meningkatkan kualitas hidup manusia. Pada kenyataannya, gaya hidup masyarakat industri ditandai oleh pemakaian produk berbasis kimia telah meningkatkan produksi limbah baha berbahaya dan beracun. Hal itu merupakan tantangan yang besar terhadap cara pembuangan yang aman dengan risiko yang kecil terhadap lingkungan hidup, kesehatan, dan kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain.
Menyadari hal tersebut di atas, bahan berbahaya dan beracun beserta Limbahnya perlu dikelola dengan baik. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia harus bebas dari buangan limbah bahan berbahaya dan beracun dari luar wilayah Indonesia.
6. Makin meningkatnya upaya pembangunan menyebabkan akan makin meningkat dampaknya terhadap lingkungan hidup. Keadaan ini mendorong makin diperlukannya uypaya pengendalian dampak lingkungan hidup sehingga risiko terhadap lingkungan hidup dapat ditekan sekecil mungkin.
Upaya pengendalian dampak lingkungan hidup tidak dapat dilepaskan dari tindakan pengawasan agar ditaatinya ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup. Suatu perangkat hukum yang bersifat preventif berupa izin melakukan usaha dan/atau kegiatan lain.
Oleh karena itu, dalam izin harus dicantumkan secara tegas syarat dan kewajiban yang harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan lainnya. Apa yang dikemukakan tersebut di atas menyiratkan ikut sertanya berbagai instansi dalam pengelolaan lingkungan hidup sehingga perlu dipertegas batas wewenang tiap-tiap instansi yang ikut serta di bidang pengelolaan lingkungan hidup.
7. Sesuai dengan hakikat Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara hukum, pengembangan sistem pengelolaan lingkungan hidup sebagai bagian pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup harus diberi dasar hukum yang jelas, tegas, dan menyeluruh guna menjamin kepastian hukum bagi upaya pengelolaan lingkungan hidup.
Dasar hukum itu dilandasi oleh asas hukum lingkungan hidup dan penataan setiap orang akan norma hukum lingkungan hidup yang sepenuhnya berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3215) telah menandai awal pengembangan perangkat hukum sebagai dasar bagi upaya pengelolaan lingkungan hidup Indonesia sebagai bagian integral dari upaya pembangunan yang berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup. Dalam kurun waktu lebih dari satu dasawarsa sejak diundangkannya Undang-undang tersebut, kesadaran lingkungan hidup masyarakat telah meningkat dengan pesat, yang ditandai antara lain oleh makin banyaknya ragam organisasi masyarakat yang bergerak di bidang lingkungan hidup selain lembaga swadaya masyarakat.
Terlihat pula peningkatan kepeloporan masyarakat dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup sehingga masyarakat tidak hanya sekedar berperanserta, tetapi juga mampu berperan secara nyata. Sementara itu, permasalahan hukum lingkungan hidup yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat memerlukan pengaturan dalam bentuk hukum demi menjamin kepastian hukum. Di sisi lain, perkembangan lingkungan global serta aspirasi internasional akan makin mempengaruhi usaha pengelolaan lingkungan hidup Indonesia. Dalam mencermati perkembangan keadaan tersebut, dipandang perlu untuk menyempurnakan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Undang-undang ini memuat norma hukum lingkungan hidup.
Selain itu, Undang-undang ini akan menjadi landasan untuk menilai dan menyesuaikan semua peraturan perundang-undangan yang memuat ketentuan tentang lingkungan hidup yang berlaku, yaitu peraturan perundang-undangan mengenai pengairan, pertambangan dan energi, kehutanan, konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, industri, permukiman, penataan ruang, tata guna tanah, dan lain-lain.
Peningkatan pendayagunaan berbagai ketentuan hukum, baik hukum administrasi, hukum perdata maupun hukum pidana, dan usaha untuk mengefektifkan penyelesaian sengketa lingkungan hidup secara alternatif, yaitu penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan untuk mencapai kesepakatan antar pihak yang bersengketa. Di samping itu, perlu pula dibuka kemungkinan dilakukannya gugatan perwakilan. Dengan cara penyelesaian sengketa lingkungan hidup tersebut diharapkan akan meningkatkan ketaatan masyarakat terhadap sistem nilai tentang betapa pentingnya pelestarian dan pengembangan kemampuan lingkungan hidup dalam kehidupan manusia masa kini dan kehidupan manusia masa depan.
Sebagai penunjang hukum administrasi, berlakunya ketentuan hukum pidana tetap memperhatikan asas subsidiaritas, yaitu bahwa hukum pidana hendaknya didayagunakan apabila sanksi bidang hukum lain, seperti sanksi administrasi dan sanksi perdata, dan alternatif penyelesaian sengketa lingkungan hidup tidak efektif dan/atau tingkat kesalahan pelaku relatif berat dan/atau akibat perbuatannya relatif besar dan/atau perbuatannya menimbulkan keresahan masyarakat.
Dengan mengantisipasi kemungkinan semakin munculnya tindak pidana yang dilakukan oleh suatu korporasi, dalam Undang-undang ini diatur pula pertanggungjawaban korporasi.
Dengan demikian, semua peraturan perundang-undangan tersebut di atas dapat terangkum dalam satu sistem hukum lingkungan hidup Indonesia.

PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Angka 1
Cukup jelas
Angka 2
Cukup jelas
Angka 3
Cukup jelas
Angka 4
Cukup jelas
Angka 5
Cukup jelas
Angka 6
Cukup jelas
Angka 7
Cukup jelas
Angka 8
Cukup jelas
Angka 9
Cukup jelas
Angka 10
Cukup jelas
Angka 11
Cukup jelas
Angka 12
Cukup jelas
Angka 13
Cukup jelas
Angka 14
Cukup jelas
Angka 15
Cukup jelas
Angka 16
Cukup jelas
Angka 17
Cukup jelas
Angka 18
Cukup jelas
Angka 19
Cukup jelas
Angka 20
Cukup jelas
Angka 21
Cukup jelas
Angka 22
Cukup jelas
Angka 23
Cukup jelas
Angka 24
Cukup jelas
Angka 25
Cukup jelas

Pasal 2
Cukup jelas

Pasal 3
Berdasarkan asas tanggung jawab negara, di satu sisi, negara menjamin bahwa pemanfaatan sumber daya alam akan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan mut hidup rakyat, baik generasi masa kini maupun generasi masa depan. Di lain sisi, negara mencegah dilakukannya kegiatan pemanfaatan sumber daya alam dalam wilayah yurisdiksinya yang menimbulkan kerugian terhadap wilayah yurisdiksi negara lain, serta melindungi negara terhadap dampak kegiatan di luar wilayah negara. Asas keberlanjutan mengandung makan setiap orang memikul kewajibannya dan tanggung jawab terhadap generasi mendatang, dan terhadap sesamanya dalam satu generasi.
Untuk terlaksananya kewajiban dan tanggung jawab tersebut, maka kemampuan lingkungan hidup, harus dilestarikan.
Terlestarikannya kemampuan lingkungan hidup menjadi tumpuan terlanjutkannya pembangunan.

Pasal 4
Cukup jelas

Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Hak atas informasi lingkungan hidup merupakan suatu konsekuensi logis dari hak berperan dalam pengelolaan lingkungan hidup yang berlandaskan pada asas keterbukaan. Hak atas informasi lingkungan hidup akan meningkatkan nilai dan efektivitas peranserta dalam pengelolaan lingkungan hidup, di samping akan membuka peluang bagi masyarakat untuk mengaktualisasikan haknya atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Informasi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat ini dapat berupa data, keterangan, atau informasi lain yang berkenaan dengan pengelolaan lingkungan hidup yang menurut sifat dan tujuannya memang terbuka untuk diketahui masyarakat, seperti dokumen analisis mengenai dampak lingkungan hidup, laporan dan evaluasi hasil pemantauan lingkungan hidup, baik pemantuan penaatan maupun pemantauan perubahan kualitas lingkungan hidup, dan rencana tata ruang.
Ayat (3)
Peran sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini meliputi peran dalam proses pengambilan keputusan, baik dengan cara mengajukan keberatan, maupun dengar pendapat atau dengan cara lain yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Peran tersebut dilakukan antara lain dalam proses penilaian analisis mengenai dampak lingkungan hidup atau perumusan kebijaksanaan lingkungan hidup. Pelaksanaannya didasarkan pada prinsip keterbukaan.
Dengan keterbukaan dimungkinkan masyarakat ikut memikirkan dan memberikan pandangan serta peritmbangan dalam pengambilan keputusan di bidang pengelolaan lingkungan hidup.

Pasal 6
Ayat (1)
Kewajiban setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat ini tidak terlepas dari kedudukannya sebagai anggota masyarakat yang mencerminkan harkat manusia sebagai individu dan makhluk sosial.
Kewajiban tersebut mengandung makan bahwa setiap orang turut berperanserta dalam upaya memelihara lingkungan hidup. Misalnya, peranserta dalam mengembangkan budaya bersih lingkungan hidup, kegiatan penyuluhan dan bimbingan di bidang lingkungan hidup.
Ayat (2)
Informasi yang benar dan akurat itu dimaksudkan untuk menilai ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Kemandirian dan keberdayaan masyarakat merupakan prasyarat untuk menumbuhkan kemampuan masyarakat sebagai pelaku dalam pengelolaan lingkungan hidup bersama dengan pemerintah dan pelaku pembangunan lainnya.
Huruf b
Meningkatnya kemampuan dan kepeloporan masyarakat akan meningkatkan efektifitas peran masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup.
Huruf c
Meningkatnya ketanggapsegeraan masyarakat akan semakin menurunkan kemungkinan terjadinya dampak negatif.
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Dengan meningkatnya ketanggapsegeraan akan meningkatkan kecepatan pemberian informasi tentang suatu masalah lingkungan hidup sehingga dapat segera ditindaklanjuti.

Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Kegiatan yang mempunyai dampak sosial merupakan kegiatan yang berpengaruh terhadap kepentingan umum, baik secara kultural maupun secara struktural.
Huruf e
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 9
Ayat (1)
Dalam rangka penyusunan kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup dan penataan ruang wajib diperhatikan secara rasional dan proporsional potensi, aspirasi, dan kebutuhan serta nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang di masyarakat. Misalnya, perhatian terhadap masyarakat adat yang hidup dan kehidupannya bertumpu pada sumber daya alam yang terdapat di sekitarnya.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 10
Huruf a
Yang dimaksud dengan pengambil keputusan dalam ketentuan ini adalah pihak-pihak yang berwenang yaitu Pemerintah, masyarakat dan pelaku pembangunan lainnya.
Huruf b
Kegiatan ini dilakukan melalui penyuluhan, bimbingan, serta pendidikan dan pelatihan dalam rangka peningkatan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia.
Huruf c
Peran masyarakat dalam Pasal ini mencakup keikutsertaan, baik dalam upaya maupun dalam proses pengambilan keputusan tentang pelestarian daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.
Dalam rangka peran masyarakat dikembangkan kemitraan para pelaku pengelolaan lingkungan hidup, yaitu perintah, dunia usaha, dan masyarakat termasuk antara lain lembaga swadaya masyarakat dan organisasi profesi keilmuan.
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengna perangkat yang bersifat preemtif adalah tindakan yang dilakukan pada tingkat pengambilan keputusan dan perencanaan, seperti tata ruang dan analisis dampak lingkungan hidup. Adapun preventif adalah tindakan tingkatan pelaksanaan melalui penaatan baku mutu limbah dan/atau instrumen ekonomi.
Proaktif adalah tindakan pada tingkat produksi dengan menerapkan standarisasi lingkungan hidup, seperti ISO 14000.
Perangkat pengelolaan lingkungan hidup yang bersifat preemtif, preventif dan proaktif misalnya adalah pengembangan dan penerapan teknologi akrab lingkungan hidup, penerapan asuransi lingkungan hidup dan audit lingkungan hidup yang dilakukan secara sukarela oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan guna meningkatkan kinerja.
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Cukup jelas

Pasal 11
Ayat (1)
Lingkup pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup pada dasarnya meliputi berbagai sektor yang menjadi tanggung jawab berbagai departemen dan instansi pemerintah.
Untuk menghindari tumpang tindih wewenang dan benturan kepentingan perlu adanya koordinasi, integarasi, sinkronisasi dan simplifikasi melalui perangkat kelembagaan yang dikoordinasi oleh Menteri.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 12
Ayat (1)
Huruf a
Negara Kesatuan Republik Indonesia kaya akan keanekaragaman potensi sumber daya alam hayati dan nonhayati, karakteristik kebhinekaan budaya masyarakat, dan aspirasi dapat menjadi modal utama pembangunan nasional. Untuk itu guna mencapai keterpaduan dan kesatuan pola pikir, dan gerak langkah yang menjamin terwujudnya pengelolaan lingkungan hidup secara berdaya guna dan berhasil guna yang berlandaskan Wawasan Nusantara, maka Pemerintah Pusat dapat menetapkan wewenang tertentu dengan memperhatikan situasi dan kondisi daerah baik potensi alam maupun kemampuan daerah, kepada perangkat instansi pusat yang ada di daerah dalam rangka pelaksanaan asa dekonsentrasi.
Huruf b
Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah Tingkat I dapat menugaskan kepada Pemerintah Daerah Tingkat II untuk berperan dalam pelaksaan kebijaksaan pengelolaan lingkungan hidup sebagai tugas pembantuan. Melalui tugas pembantuan ini maka wewenang, pembiayaan, peralatan, dan tanggung jawab tetap berada pada pemerintah yang menugaskannya.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 13
Ayat (1)
Dengan memperhatikan kemampuan, situasi dan kondisi daerah, Pemerintah Pusat dapat menyerahkan urusan di bidang lingkungan hidup kepada daerah menjadi wewenang, tugas, dan tanggung jawab Pemerintah Daerah berdasarkan asas desentralisasi.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 14
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 15
Ayat (1)
Analisis mengenai dampak lingkungan hidup di satu sisi merupakan bagian studi kelayakan untuk melaksanakan suatu rencana usahan dan/atau kegiatan, di sisi lain merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan.
Berdasarkan analisis ini dapat diketahui secara lebih jelas dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, baik dampak negatif maupun dampak positif yang akan timbul dari usaha dan/atau kegiatan sehingga dapat dipersiapkan langkah untuk menanggulangi dampak negatif dan mengembangkan dampak positif.
Untuk mengukur atau menentukan dampak besar dan penting tersebut di antaranya digunakan kriteria mengenai:
a. besarnya jumlah manusia yang akan terkena dampak rencana usaha dan/atau kegiatan;
b. luas wilayah penyebaran dampak;
c. intensitas dan lamanya dampak berlangsung;
d. banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena dampak;
e. sifat kumulatif dampak;
f. berbalik (reversible) atau tidak berbaliknya (irreversible) dampak.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 16
Ayat (1)
Pengelolaan limbah merupakan rangkaian kegiatan yang mencakup penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan limbah termasuk penimbunan hasil pengolahan tersebut.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 17
Ayat (1)
Kewajiban untuk melakukan pengelolaan dimaksud merupakan upaya untuk mengurangi terjadinya kemungkinan risiko terhadap lingkungan hidup berupa terjadinya pencemaran atau perusakan lingkungan hidup, mengingat bahan berbahaya dan beracun mempunyai potensi yang cukup besar untuk menimbulkan efek negatif.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 18
Ayat (1)
Contoh izin yang dimaksud antara lain izin kuasa pertambangan untuk usaha di bidang pertambangan, atau izin usaha industri untuk usaha di bidang industri.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Dalam izin melakukan usaha dan/atau kegiatan harus ditegaskan kewajiban yang berkenaan dengan penaatan terhadap ketentuan mengenai pengelolaan lingkungan hidup yang harus dilaksanakan oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dalam melaksanakan usaha dan/atau kegiatannya. Bagi usaha dan/atau kegiatan yang diwajiban untuk membuat atau melaksanakan analisis mengenai dampak lingkungan hidup, maka rencana pengolaan dan rencana pemantauan lingkungan hidup yang wajib dilaksanakan oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan harus dicantumkan dan dirumuskan dengan jelas dalam izin melakukan usaha dan/atau kegiatan. Misalnya kewajiban untuk mengolah limbah, syarat mutu limbah yang boleh dibuang ke dalam media lingkungan hidup, dan kewajiban yang berkaitan dengan pembuangan limbah, seperti kewajiban melakukan swapantau dan kewajiban untuk melaporkan hasil swapantau tersebut kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang pengendalian dampak lingkungan hidup. Apabila suatu rencana usaha dan/atau kegiatan, neurut peraturan perundang-undangan yang berlaku diwajibkan melaksanakan analisis dampak lingkungan hidup, maka persetujuan atas analisis mengenai dampak lingkungan hidup tersebut harus diajukan bersama dengan permohonan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan.

Pasal 19
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pengumuman izin melakukan usaha dan/atau kegiatan merupakan pelaksanaan atas keterbukaan pemerintahan.
Pengumuman izin melakukan usaha dan/atau kegiatan tersebut memungkinkan peran serta masyarakat khususnya yang belum menggunakan kesempatan dalam prosedur keberatan, dengan pendapat, dan lain-lain dalam proses pengambilan keputusan izin.

Pasal 20
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Suatu usaha dan/atau kegiatan akan menghasilkan limbah.
Pada umumnya limbah ini harus dioleh terlebih dahulu sebelum dibuang ke media lingkungan hidup sehingga tidak menimbulkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup. Dalam hal tertentu, limbah yang dihasilkan oleh suatu usaha dan/atau kegiatan itu dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku suatu produk. Namun dari proses pemanfaatan tersebut akan menghasilkan limbah, sebagai residu yang tidak dapat dimanfaatkan kembali, yang akan dibuang ke media lingkungan hidup.
Pembuangan (dumping) sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini adalah pembuangan limbah sebagai residu suatu usaha dan/atau kegiatan dan/atau bahan lain yang tidak terpakai atau daluwarsa ke dalam media lingkungan hidup, baik tanah, air maupun udara.
Pembuangan limbah dan/atau bahan tersebut ke media lingkungan hidup akan menimbulkan dampak terhadap ekosistem. Sehingga dengan ketentuan Pasal ini, ditentukan bahwa pada prinsipnya pembuangan limbah ke media lingkungan hidup merupakan hal yang dilarang, kecuali ke media lingkungan hidup tertentu yang telah ditetapkan oleh Pemerintah.
Ayat (5)
Cukup jelas

Pasal 21
Cukup jelas

Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Dalam hal menetapkan pejabat yang berwenang dari instansi lain untuk melakukan pengawasan, Menteri melakukan koordinasi dengan pimpinan instansi yang bersangkutan.
Ayat (3)
Ketentuan pada ayat ini merupakan pelaksanaan Pasal 13 ayat (1).

Pasal 23
Cukup jelas

Pasal 24
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan memperhatikan situasi dan kondisi tempat pengawasan adalah menghormati nilai dan norma yang berlaku baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis.

Pasal 25
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 26
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 27
Ayat (1)
Bobot pelanggaran peraturan lingkungan hidup bisa berbeda-beda mulai dari pelanggaran syarat administratif sampai dengan pelanggaran yang menimbulkan korban.
Yang dimaksud dengan pelanggaran tertentu adalah pelanggaran oleh usaha dan/atau kegiatan yang dianggap berbobot untuk dihentikan kegiatan usahanya, misalnya telah ada warga masyarakat yang terganggu kesehatannya akibat pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 28
Audit lingkungan hidup merupakan suatu instrumen penting bagi penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk meningkatkan efisiensi kegiatan dan kinerjanya dalam menaati persyaratan lingkungan hidup yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan. Dalam pengertian ini, audit lingkungan hidup dibuat secara sukarela untuk memverifikasi ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan lingkungan hidup yang berlaku, serta dengan kebijaksanaan dan standar yang ditetapkan secara internal oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan.

Pasal 29
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Hasil audit lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat ini merupakan dokumen yang bersifat terbuka untuk umum, sebagai upaya perlindungan masyarakat karena itu harus diumumkan.

Pasal 30
Ayat (1)
Ketentuan pada ayat ini dimaksudkan untuk melindungi hak keperdataan para pihak yang bersengketa.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Ketentuan pada ayat ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya putusan yang berbeda mengenai satu sengketa lingkungan hidup untuk menjamin kepastian hukum.

Pasal 31
Penyelesaian sengketa lingkungan hidup melalui perundingan di luar pengadilan dilakukan secara sukarela oleh para pihak yang berkepentingan, yaitu para pihak yang mengalami kerugian dan mengakibatkan kerugian, instansi pemerintah yang terkait dengan subyek yang disengketakan, serta dapat melibatkan pihak yang mempunyai kepedulian terhadap pengelolaan lingkungan hidup.
Tindakan tertentu di sini dimaksudkan sebagai upaya memulihkan fungsi lingkungan hidup dengan memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat setempat.

Pasal 32
Untuk melancarkan jalannya perundingan di luar pengadilan, para pihak yang berkepentingan dapat meminta jasa pihak ketiga netral yang dapat berbentuk:
a. pihak ketiga netral yang tidak memiliki kewenangan mengambil keputusan.
Pihak ketiga netral ini berfungsi sebagai pihak yang memfasilitasi para pihak yang berkepentingan sehingga dapat dicapai kesepakatan.
Pihak ketiga netral ini harus:
1) disetujui oleh para pihak yang bersengketa;
2) tidak memiliki hubungan keluarga dan/atau hubungan kerja dengan salah satu pihak yang bersengketa;
3) memiliki keterampilan untuk melakukan perundingan atau penengahan;
4) tidak memiliki kepentingan terhadap proses perundingan maupun hasilnya.
b. pihak ketiga netral yang memiliki kewenangan mengambil keputusan berfungsi sebagai arbiter, dan semua putusan arbitrase ini bersifat tetap dan mengikat para pihak yang bersengketa.

Pasal 33
Ayat (1)
Lembaga penyedia jasa penyelesaian sengketa lingkungan hidup ini dimaksudkan sebagai suatu lembaga yang mampu memperlancar pelaksanaan mekanisme pilihan penyelesaian sengketa dengan mendasarkan pada prinsip ketidakberpihakan dan profesionalisme.
Lembaga penyedia jasa yang dibentuk Pemerintah dimaksudkan sebagai pelayanan publik.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 34
Ayat (1)
Ayat ini merupakan realisasi asas yang ada dalam hukum lingkungan hidup yang disebut asas pencemar membayar.
Selain diharuskan membayar ganti rugi, pencemar dan/atau perusak lingkungna hidup dapat pula dibebani oleh hakim untuk melakukan tindakan hukum tertentu, misalnya perintah untuk:
- memasang atau memperbaiki unit pengolahan limbah sehingga limbah sesuai dengan baku mutu lingkungan hidup yang ditentukan;
- memulihkan fungsi lingkungan hidup;
- menghilangkan atau memusnahkan penyebab timbulnya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.
Ayat (2)
Pembebanan pembayaran uang paksa atas setiap hari keterlambatan pelaksanaan perintah pengadilan untuk melaksanakan tindakan tertentu adalah demi pelestarian fungsi lingkungan hidup.

Pasal 35
Ayat (1)
Pengertian bertanggung jawab secara mutlak atau strict liability, yakni unsur kesalahan tidak perlu dibuktikan oleh pihak penggugat sebagai dasar pembayaran ganti kerugian. Ketentuan ayat ini merupakan lex specialis dalam gugatan tentang perbuatan melanggar hukum pada umumnya. Besarnya nilai ganti rugi yang dapat dibebankan terhadap pencemar atau perusak lingkungan hidup menurut Pasal ini dapat ditetapkan sampai batas tertentu.
Yang dimaksudkan sampai batas tertentu, adalah jika menurut penetapan peraturan perundang-undangan yang berlaku, ditentukan keharusan asuransi bagi usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan atau telah tersedia dana lingkungan hidup.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan tindakan pihak ketiga dalam ayat ini merupakan perbuatan persaingan curang atau kesalahan yang dilakukan Pemerintah.

Pasal 36
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 37
Ayat (1)
Yang dimaksud hak mengajukan gugatan perwakilan pada ayat ini adalah hak kelompok kecil masyarakat untuk bertindak mewakili masyarakat dalam jumlah besar yang dirugikan atas dasar kesamaan permasalahan, fakta hukum, dan tuntutan yang ditimbulkan karena pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 38
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Gugatan yang diajukan oleh organisasi lingkungan hidup tidak dapat berupa tuntutan membayar ganti rugi, melainkan hanya terbatas gugatan lain, yaitu:
a. memohon kepada Pengadilan agar seseorang diperintahkan untuk melakukan tindakan hukum tertentu yang berkaitan dengan tujuan pelestarian fungsi lingkungan hidup;
b. menyatakan seseorang telah melakukan perbuatan melanggar hukum karena mencemarkan atau merusak lingkungan hidup;
c. memerintahkan seseorang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan untuk membuat atau memperbaiki unit pengolah limbah.
Yang dimaksud dengan biaya atau pengeluaran riil adalah biaya yang nyata-nyata dapat dibuktikan telah dikeluarkan oleh organisasi lingkungan hidup.
Ayat (3)
Tidak setiap organisasi lingkungan hidup dapat mengatasnamakan lingkungan hidup, melainkan harus memenuhi persyaratan tertentu.
Dengan adanya persyaratan sebagaimana dimaksud di atas, maka secara selektif keberadaan organisasi lingkungan hidup diakui memiliki ius standi untuk mengajukan gugatan atas nama lingkungan hidup ke pengadilan, baik ke peradilan umum ataupun peradilan tata usaha negara, tergantung pada kompetensi peradilan yang bersangkutan dalam memeriksa dan mengadili perkara yang dimaksud.

Pasal 39
Cukup jelas

Pasal 40
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas

Pasal 41
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 42
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 43
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 44
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 45
Cukup jelas

Pasal 46
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 47
Cukup jelas

Pasal 48
Cukup jelas

Pasal 49
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 50
Cukup jelas

Pasal 51
Cukup jelas

Pasal 52
Cukup jelas
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 4 TAHUN 1982
TENTANG
KETENTUAN-KETENTUAN POKOK PENGELOLAAN
LINGKUNGAN HIDUP
A. UMUM
1. Lingkungan hidup Indonesia yang dikaruniakan oleh Tuhan Yang Maha Esa kepada Bangsa dan Rakyat Indonesia, merupakan rakhmat dari padanya dan wajib dikembangkan dan dilestarikan kemampuannya agar dapat tetap menjadi sumber dan penunjang hidup bagi Bangsa dan Rakyat Indonesia serta makhluk lainnya, demi kelangsungan dan peningkatan kualitas hidup itu sendiri.
Pancasila sebagai dasar dan falsafah negara merupakan kesatuan yang bulat dan utuh yang memberikan keyakinan kepada Rakyat dan Bangsa Indonesia, bahwa kebahagiaan hidup akan tercapai jika didasarkan atas keselarasan dan keseimbangan, baik dalam hidup manusia sebagai pribadi, dalam hubungan manusia dengan manusia, dalamhubungan manusia dengan alam, dalam hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa, maupun dalam mengejar kemajuan lahiriah dan kebahagiaan batiniah, Antara manusia, masyarakat dan lingkungan hidup terdapat hubungan timbal-balik, yang selalu harus dibina dan dikembangkan agar tetap dalam keseimbangan yang serasi dan dinamis.
Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusional mewajibkan agar sumber daya alam dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Kemakmuran tersebut haruslah dapat dinikmati baik oleh generasi sekarang maupun generasi mendatang. Garis-garis Besar Haluan Negara menetapkan bahwa pembangunan tidak hanya mengejar kemakmuran lahiriah atau kepuasan batiniah saja akan tetapi juga keseimbangan antara keduanya. Oleh karena itu penggunaan sumber daya alam harus seimbang dengan keselarasan dan keserasian lingkungan hidup.
2. Lingkungan hidup dalam pengertian ekologi tidaklah mengenal batas wilayah baik wilayah negara maupun wilayah administratif. Akan tetapi, kalau lingkungan hidup dikaitkan dengan pengelolaannya, maka haruslah jelas batas wilayah wewenang pengelolaan tersebut.
Lingkungan hidup Indonesia menurut konsep kewilayahan merupakan suatu pengertian hukum. Dalam pengertian ini, lingkungan hidup Indonesia tidaklah lain dari pada kawasan Nusantara, yang menempati posisi silang antara dua benua dan dua samudera dengan iklim tropis dan cuaca serta musim yang memberikan kondisi alamiah dan kedudukan dengan peranan strategis yang tinggi nilainya, tempat Bangsa dan Rakyat Indonesia menyelenggarakan kehidupan bernegara dalam segala aspeknya. Dengan demikian, maka wawasan dalam menyelenggarakan pengelolaan lingkungan hidup Indonesia adalah Wawasan Nusantara.
3. Lingkungan hidup Indonesia sebagai suatu ekosistem terdiri dari berbagai daerah, masing-masing sebagai suatu subsistem yang meliputi aspek sosial budaya, ekonomi, dan fisik, dengan corak ragam yang berbeda antara subsistem yang satu dengan yang lain, dan dengan daya dukung lingkungan yang berlainan. Pembinaan dan pengembangan yang didasarkan kepada keadaan daya dukung lingkungan akan meningkatkan keselarasan dan keseimbangan subsistem, yang berarti juga meningkatkan ketahanan subsistem.
Dalam pada itu, pembinaan dan pengembangan subsistem yang satu akan mempengaruhi subsistem yang lain, yang pada akhirnya akan mempengaruhi pula ketahanan ekosistem dalam keseluruhan. Oleh karenanya, maka pengelolaan lingkungan hidup menuntut dikembangkannya suatu sistem dengan keterpaduan sebagai ciri utamanya.Ini berarti perlu adanya suatu kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup.
4. Pembangunan merupakan upaya sadar untuk mengelola dan memanfaatkan sumber daya guna meningkatkan mutu kehidupan rakyat. Dalam pada itu, sumber daya alam tidak tak terbatas baik dalam jumlah maupun kualitasnya, sedangkan kebutuhan akan sumber daya tersebut makin meningkat sebagai akibat meningkatnya jumlah penduduk serta meningkatnya kebutuhan.
Sejalan dengan itu, daya dukung lingkungan dapat terganggu dan kualitas lingkungan hidup dapat menurun.
Pelaksanaan pembangunan sebagai kegiatan yang makin meningkat mengandung risiko pencemaran dan perusakan lingkungan, sehingga struktur dan fungsi dasar ekosistem yang menjadi penunjang kehidupan dapat pula rusak karenanya.
Hal semacam itu akan merupakan beban sosial, karena pada akhirnya masyarakat dan pemerintahlah yang harus menanggung beban pemulihannya.
Terpeliharanya ekosistem yang baik dan sehat merupakan tanggungjawab yang menuntut peran serta setiap anggota masyarakat untuk meningkatkan daya dukung lingkungan. Oleh karena itu, pembangunan yang bijaksana harus dilandasi wawasan lingkungan sebagai sarana untuk mencapai kesinambungan dan menjadi jaminan bagi kesejahteraan generasi sekarang dan mendatang.
5. Sesuai dengan hakekat Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum, maka pengembangan sistem pengelolaan lingkunganhidup Indonesia haruslah diberi dasar hukum yang jelas, tegas, dan menyeluruh, guna menjamin kepastian hukum bagi usaha pengelolaan tersebut. Dasar hukum tersebut dilandasi oleh prinsip hukum lingkungan dan pentaatan setiap orang akan prinsip tersebut yang keseluruhannya berlandaskan Wawasan Nusantara.
Undang-undang tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan hidup ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Sederhana tetapi dapat mencakup kemungkinan perkembangan di masa depan, sesuai dengan keadaan, waktu, dan tempat;
b. mengandung ketentuan-ketentuan pokok sebagai dasar bagi peraturan peranannya lebih lanjut,
c. mencakup semua segi di bidang lingkungan hidup, agar dapat menjadi dasar bagi pengaturan lebih lanjut masing-masing segi, yang akan dituangkan dalam bentuk peraturan tersendiri.
Selain daripada itu, undang-undang ini akan menjadi landasan untuk menilai dan menyesuaikan semua peraturan perundang-undangan yang memuat ketentuan tentang segi-segi lingkungan hidup yang kini telah berlaku yaitu peraturan perundang-undangan mengenai pengairan, pertambangan dan energi, kehutanan, perlindungan dan pengawetan alam, industri, pemukiman, tata ruang, tata guna tanah, dan lainnya.
Dengan demikian semua peraturan perundang-undangan tersebut di atas dapat terangkum dalam satu sistem hukum lingkungan Indonesia.

B. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Istilah-istilah yang dirumuskan dalam pasal ini dimaksudkan agar terdapat keseragaman pengertian atas undang-undang ini serta peraturan-peraturan pelaksanaannya:
1. Lingkungan hidup di sini merupakan sistem yang meliputi Lingkungan alam hayati, lingkungan alam nonhayati, lingkungan buatan, dan lingkungan sosial yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. Istilah "lingkungan hidup" dan lingkungan"dipakai dalam pengertian yang sama.
2. Cukup jelas.
3. Cukup jelas.
4. Cukup jelas.
5. Sumber daya buatan antara lain meliputi waduk, bendungan, dan jenis unggul.
6. Cukup jelas.
7. Pencemaran lingkungan hidup oleh proses alam dimasukkan dalam perumusan mengingat bahwa akibatnya perlu ditanggulangi. Penanggulangan ini merupakan kewajiban pemerintah. Dalam komponen lingkungan tercakup informasi.
Tatanan lingkungan adalah susunan komponen lingkungan secara alamiah atau hasil upaya manusia.
8. Cukup jelas.
9. Dampak dapat bersifat positif berupa manfaat, dapat pula bersifat negatif berupa risiko, kepada lingkungan fisik dan nonfisik, termasuk sosial budaya.
10. Cukup jelas.
11. Cukup jelas.
12. Dalam pengertian organisasi termasuk pula kelompok masyarakat.
13. Penggunaan dan pengelolaan sumber daya secara bijaksana berarti senantiasa memperhitungkan dampak kegiatan tersebut terhadap lingkungan serta kemampuan sumber daya untuk menopang pembangunan secara berkesinambungan.
14. Cukup jelas.

Pasal 2
Cukup jelas.

Pasal 3
Pengertian pelestarian mengandung makan tercapainya kemampuan lingkungan yang serasi dan seimbang, dan peningkatan kemampuan tersebut.
Hanya dalam lingkungan yang serasi dan seimbang dapat dicapai kehidupan yang optimal.

Pasal 4
Pengendalian secara bijaksana pemanfaatan sumber daya perlu memperhatikan aspek-aspek antara lain kehematan, dayaguna, hasilguna, dan daur ulang.

Pasal 5
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan orang adalah orang seorang, kelompok orang, atau badan hukum.
Ayat (2)
Kewajiban setiap orang, sebagaimana tersebut dalam ayat ini tidak terlepas dari kedudukannya sebagai anggota masyarakat, yang mencerminkan harkat manusia sebagai individu dan makhluk sosial.

Pasal 6
Ayat (1)
Hak dan kewajiban setiap orang sebagai anggota masyarakat untuk berperan serta dalam kegiatan pengelolaan lingkungan hidup mencakup baik tahap perencanaan maupun tahap-tahap pelaksanaan dan penilaian. Dengan adanya peran serta tersebut anggota masyarakat mempunyai motivasi kuat untuk bersama-sama mengatasi masalah lingkunganhidup dan mengusahakan berhasilnya kegiatan pengelolaan lingkungan hidup.
Ayat (2)
Peraturan perundang-undangan sebagaimana tersebut dalam ayat ini mengatur tata laksana peran serta sebagaimana tersebut dalam ayat (1).

Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Dengan adanya kewajiban tersebut yang dijadikan salah satu syarat dalam pemberian izin, maka penyelenggara bidang usaha senantiasa terikat guna melakukan tindakan pelestarian kemampuan lingkungan hidup untuk menunjang pembangunan yang berkesinambungan.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 8
Ketentuan pasal ini memberi wewenang kepada pemerintah untuk mengambillangkah-langkah tertentu, misalnya dalam bidang perpajakan, sebagai insentif guna lebih meningkatkan pemeliharaan lingkungan, dan disinsentif untuk mencegah dan menanggulangi kerusakan dan pencemaran lingkungan.
Kebijaksanaan dan tindakan sebagaimana tersebut dalam pasal dapat pula diarahkan. kepada pemberian penghargaan kepada setiap orang yang amat berjasa dalam pelestarian kemampuan lingkungan hidup untuk menunjang pembangunan yang berkesinambungan.

Pasal 9
Pendidikan untuk menumbuhkan dan mengembangkan kesadaran masyarakat dilaksanakan baik melalui jalur pendidikan formal mulai dari taman kanak-kanak/sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi, maupun melalui jalur pendidikan nonformal.
Penelitian tentang lingkungan hidup meliputi antara lain pengembangan konsep tentang lingkungan hidup, studi keadaan lingkungan yang ada, kecenderungan perubahan lingkungan baik secara alami maupun karena pengaruh kegiatan manusia, serta hubungan timbal-balik antara kebutuhan manusia yang semakin meningkat dengan lingkungan hayati dan lingkungan nonhayati.

Pasal 10
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Wewenang penuturan sebagaimana tersebut dalam ayat (3) pasal ini antara lain meliputi tatanan ruang yang merupakan sistem pengaturan ruang sebagai upaya sadar untuk mengatur hubungan antar berbagai kegiatan dan fungsi guna mencapai keserasian dan keseimbangan.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 11
Ketentuan sebagaimana tersebut dalam pasal ini meliputi tiap jenis sumber daya alam nonhayati, seperti ketentuan tentang air, tanah, udara, bahan galian, bentang alam, dan formasi geologis atau perwujudan proses alam yang sangat indah yang penting untuk ilmu pengetahuan.

Pasal 12
Pengertian konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya mengandung tiga aspek, yaitu:
a. perlindungan sistem penyangga kehidupan;
b. pengawetan dan pemeliharaan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya pada matra darat, air, dan udara;
c. pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
Dalam pengertian konservasi tersebut di atas termasuk pula perlindungan jenis hewan yang tata cara hidupnya tidak diatur oleh manusia, tumbuh-tumbuhan yang telah menjadi langka atau terancam punah, dan hutan lindung.

Pasal 13
Perlindungan sumber daya buatan yang penting ditujukan kepada konservasi fungsi sumber daya tersebut bagi kesinambungan pembangunan.

Pasal 14
Perlindungan cagar budaya ditujukan kepada konservasi peninggalan budaya yang mengandung nilai-nilai luhur.

Pasal 15
Agar dapat ditentukan telah terjadinya kerusakan lingkungan hidup perlu ditetapkan baku mutu lingkungan, baik penetapan kriteria kualitas lingkungan hidup maupun kualitas buangan atau limbah. Kriteria dan pembakuan ini dapat berbeda untuk setiap lingkungan, wilayah, atau waktu, mengingat akan perbedaan tata gunanya. Perubahan keadaaan lingkungan setempat serta perkembangan teknologi akan mempengaruhi kriteria dan pembakuan yang telah ditetapkan.

Pasal 16
Pada dasarnya semua usaha dan kegiatan pembangunan menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup.
Perencanaan awal suatu usaha atau kegiatan pembangunan sudah harus memuat perkiraan dampaknya yang penting terhadap lingkungan hidup, baik fisik maupun nonfisik, termasuk sosial budaya, guna dijadikan pertimbangan apakah untuk rencana tersebut perlu dibuat analisis mengenai dampak lingkungan.
Berdasarkan analisis ini dapat diketahui secara lebih terperinci dampak negatif dan posistif yang akan timbul dari usaha atau kegiatan tersebut, sehingga sejak dini telah dapat dipersiapkan langkah untuk menanggulangi dampak negatif dan mengembangkan dampak positifnya.
Dampak yang penting ditentukan antara lain oleh:
a. besar jumlah manusia yang akan terkena;
b. luas wilayah penyebaran dampak;
c. lamanya dampak berlangsung;
d. intensitas dampak;
e. banyaknya komponen lingkungan lainnya yang akan terkena;
f. sifat kumulatif dampak tersebut;
g. berbalik (reversible) atau tidak berbalinya (irreversible) dampak.
Pemerintah dapat membantu golongan ekonomi lemah, yang bidang usahanya diperkirakan menimbulkan dampak penting ini, untuk melaksanakan analisis mengenai dampak lingkungan.

Pasal 17
Ketentuan sebagaimana tersebut dalam pasal ini memuat upaya penegakan hukumnya.
Dalam rangka penanggulangan pemerintah dapat membantu golongan ekonomi lemah yang usahanya diperkirakan telah merusak atau mencemari lingkungan.
Penanggulangan kerusakan dan pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh kegiatan di luar wilayah negara dilaksanakan dengan menggunakan sarana persetujuan antar negara.

Pasal 18
Ayat (1)
Pengelola lingkungan hidup menuntut dikembangkannya suatu sistem dengan keterpaduan sebagai ciri utamanya.
Oleh karena itu, untuk menyelenggarakan pengelolaan lingkungan hidup perlu ditetapkan kebijaksanaan nasional terpadu pengelolaan lingkungan hidup, yang meliputi perumusan, pelaksanaan, pengendalian dan pengawasan, sebagai bagian dari kebijaksanaan pembangunan nasional.
Pengawasan atas pelaksanaan kebijaksanaan nasional tentang pengelolaan lingkungan hidup dilakukan oleh lembaga-lembaga pengawasan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Penyelenggaraan kebijaksanaan terpadu tersebut memerlukan kordinasi agar pelaksanaan pengelolaanlingkungan hidup secara sektoral dan didaerah terkait secara mantap dengan kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup, serta memantapkan kesatuan gerak dan langkah yang menjamin tercapainya tujuan pengelolaan lingkungan hidup secara berdayaguna dan berhasilguna. Untuk memberikan wadah kordinasi pada tingkat nasional dibentuk perangkat kelembagaan yang dipimpin seorang menteri.
Ayat (2)
Pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup sektoral di daerah dilakukan di bawah kordinasi Kepala Wilayah dalam kaitan dengan keterpaduan pelaksanaan kebijaksanaan nasional pengelolalingkungan hidup, Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 19
Lembaga swadaya masyarakat mencakup antara lain:
a. kelompok profesi, yang berdasarkan profesinya tergerak menangani masalah lingkungan;
b. kelompok hobi, yang mencintai kehidupan alam dan terdorong untuk melestarikannya;
c. kelompok minat, yang berminat untuk berbuat sesuatu bagi pengembangan lingkungan hidup.
Dalam menjalankan peranannya sebagai penunjang, lembaga swadaya masyarakat mendayagunakan dirinya sebagai sarana untuk mengikut sertakan sebanyak mungkin anggota masyarakat dalam mencapai tujuan pengelolaan lingkungan hidup.

Pasal 20
Ayat (1)
Kewajiban merupakan konsekuensi setiap orang untuk melestarikan kemampuan lingkungan guna menunjang pembangunan yang berkesinambungan.
Ayat (2)
Bentuk dan jenis kerugian akibat perusakan dan pencemaran akan menentukan besarnya kerugian.
Penelitian tentang bentuk, jenis, dan besarnya kerugian dilakukan oleh tim yang dibentuk pemerintah. Penelitian meliputi bidang ekologi, medis, sosial budaya, dan lain-lain yang diperlukan.
Tim yang terdiri dari pihak penderita atau kuasanya, pihak pencemar atau kuasanya, dan unsur pemerintah dibentuk untuk tiap-tiap kasus.
Jika diperlukan dapat diangkat tenaga ahli untuk menjadi anggota tim.
Bilamana tidak dapat tercapai kata sepakat dalam batas waktu tertentu, maka penyelesaiannya dilakukan melalui pengadilan negeri.
Ayat (3)
Di samping kewajiban membayar ganti kerugian sebagaimana tersebut dalam penjelasan ayat (2), perusak dan atau pencemar lingkungan hidup berkewajiban juga membayar biaya pemulihan lingkungan hidup kepada Negara untuk keperluan pemulihan. Tim yang dimaksud dalam penjelasan ayat (2) dapat pula diserahi tugas untuk menetapkan besarnya biaya pemulihan lingkungan hidup.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 21
Tanggung jawab mutlak dikenakan secara selektif atas kasus yang akan ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang dapat menentukan jenis dan kategori kegiatan yang akan terkena oleh ketentuan termaksud.

Pasal 22
Mengingat akibat perusakan dan atau pencemaran lingkungan dapat berbeda-beda, maka pasal ini hanya menentukan ancaman pidana maksimal.Peraturan perundang-undangan yang mengatur segi-segi lingkungan hidup tetap dapat menetapkan ancaman pidana yang jumlahnya tidak melebihi ancaman pidana yang ditetapkan dalam pasal ini.Jumlah denda sebagaimana tersebut dalam pasal ini adalah nilai nominal pada saat mulai berlakunya undang-undang ini.

Pasal 23
Cukup jelas.

Pasal 24
Cukup jelas






































BAB I
KETENTUAN UMUM


4. Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas lingkungan hidup;
Dalam pasal tersebut terdapat satu perubahan pengertian ekosistem dari uu 4/82. pengertian ekosistem dalam pasal tersebut telah disesuaikan dengan kondisi global saat ini. Hal ini menunjukkan bahwa, adanya suatu penyarimgan dari pasal yang terdahulu dengan tujuan penyalarasan terhadap perkambangan kesadaran lingkungan hidup.




BAB III
HAK, KEWAJIBAN, DAN PERAN MASYARAKATkwj
Pasal 7
(1) Masyarakat mempunyai kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan dalam pengelolaan lingkungan hidup.
(2) Pelaksanaan ketentuan pada ayat (1) di atas, dilakukan dengan cara:
a. meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat, dan kemitraan;
b. menumbuhkembangkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat;
c. menumbuhkan ketanggapsegeraan masyarakat untuk melakukan pengawasan sosial;
d. memberikan saran pendapat;
e. menyampaikan informasi dan/atau menyapaikan laporan.mengram pasal 7.8.9.10.11

terdapat perubahan yang signifikan dalam bab3 ,jika sebelumnya mencakup hak,kewajiban, dan wewenang. Dalam bab3 uu 23/97, mengganti wewenang dengan peranan masyarakat,serta adanya penyaringan (ram wet)yang awalnya (pada UU 4/87) terdiri dari pasal5-10 dalam UU 23/97 hanya terdiri dari pasal 5-7. . hal tersebut disesualikan dengan perkambangan saat ini, bahwa masyarakat mempunyai peranan penting dalam perkambangan lingkugan hidup.








BAB IV
PERLINDUNGAN LINGKUNGAN HIDUP
Pasal 16
Setiap rencana yang diperkirakan mempunyai dampak penting terhadap lingkungan wajib dilengkapi dengan analisis mengenai dampak lingkungan yang pelaksanaannya diatur dengan peraturan pemerintah.kaderwet




ke atas




Pasal2 yang temuat didalam uu tersebut berfungsi untuk dijadikan sebagai pedoman dalam pembuatan peraturan perundang-undangan selanjutnya yang berkaitan dengan lingkungan hidup. Artinya, peraturan peruuan yang aakan dibuat tidak boleh bertentangan dengan uu yang telah ada. 















Menimbang: a. bahwa lingkungan hidup Indonesia sebagai karunia dan rahmat Tuhan Yang Maha Esa kepada rakyat dan bangsa Indonesia merupakan ruang bagi kehidupan dalam segala aspek dan matranya sesuai dengan Wawasan Nusantara;
b. bahwa dalam rangka mendayagunakan sumber daya alam untuk memajukan kesejahteraan umum seperti diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan untuk mencapai kebahagiaan hidup berdasarkan Pancasila, perlu dilaksanakan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup berdasarkan kebijaksanaan nasional yang terpadu dan menyeluruh dengan memperhitungkan kebutuhan generasi masa kini dan generasi masa depan;
c. bahwa dipandang perlu melaksanakan pengelolaan lingkungan hidup untuk melestarikan dan mengembangkan kemampuan lingkungan hidup yang serasi, selaras, dan seimbang guna menunjang terlaksananya pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup;
d. bahwa penyelenggaraan pengelolaan lingkungan hidup dalam rangka pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup harus didasarkan pada norma hukum dengan memperhatikan tingkat kesadaran masyarakat dan perkembangan lingkungan global serta perangkat hukum internasional yang berkaitan dengan lingkungan hidup.
e. bahwa kesadaran dan kehidupan masyarakat dalam kaitannya dengan pengelolaan lingkungan hidup telah berkembang demikian rupa sehingga pokok materi sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3215) perlu disempurnakan untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup;
f. bahwa sehubungan dengan hal-hal tersebut pada huruf a, b, c, d, dan e di atas perlu ditetapkan Undang-undang tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup;

Tidak ada komentar:

Posting Komentar